Angkat dagumu Sebab masa depan bukan dibelakangmu Kepalkan tanganmu Sebab kau haram menyerah....

Pilih dan bertawakal Pada Allah


Hidup ini sesungguhnya adalah pilihan. Kita akan menemui banyak pilihan, kita akan dihadapkan pada pengambilan keputusan-keputusan untuk menentukan pilihan. Tentunya hampir setiap orang mengharapkan pilihan yang dipilihnya adalah pilihan yang terbaik.


Untuk menentukan pilihan yang terbaik itu, selain diperlukan pertimbangan dari diri sendiri dan orang lain, yang terpenting adalah minta petunjuk kepada Allah agar ditunjukkan pilihan yang terbaik, salah satunya dengan sholat istikharah.


“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS.Al Baqarah:216)


Semakin dewasa diri kita semakin banyak kita menemui banyak pilihan karena salah satu tolak ukut kedewasaan adalah mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk, mampu mengambil keputusan dan berani bertanggung jawab.


Seorang anak yang akan lulus SMU dia akan dihadapkan pada pilihan kemana setelah lulus nanti dan jika dia ingin melanjutkan kuliah, PTS/PTN mana yang akan dia pilih. Selanjutnya seseorang yang mau lulus (ataupun belum lulus) kuliah dia akan berpikir pekerjaan apa yang cocok untuknya. Ada beberapa pertimbangan dalam memilih.



Selanjutnya seorang ikhwan yang ingin menikah akan dihadapkan pada pilihan, siapa yang akan menjadi calon istrinya nanti. Bagi seorang akhwat akan dihadapkan pada pilihan untuk menerima atau menolak pinangan laki-laki yang datang meminangnya. Meskipun tetap boleh saja wanita yang ”meminang” laki-laki, tentu saja dengan cara yang syar’i. Dalam hal memilih calon istri/suami ini Rasulullah mengajarkan pada kita:

“Wanita dinikahi karena empat hal; karena harta, keturunan, kecantikan dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang punya agama, jangan berpaling kepada yang lainnya semoga dapat berkah” (HR Bukhari dan Muslim).


Sehingga yang menjadi pertimbangan utama adalah dalam hal dien/agamanya. Hal itu bukan berarti tidak boleh mempertimbangan ketiga hal yang lain; kecantikan/ketampanan, harta/kedudukan dan keturunan, karena hal itu manusiawi. Tetapi sebaiknya agama tetap menjadi pertimbangan yang utama karena sebaik-baik calon suami/istri adalah yang baik agamanya.


Ada curhat seorang akhwat dalam sebuah rubrik konsultasi yang menanyakan apakah sholeh saja cukup sebagai syarat calon suami? Apakah tidak boleh dia menolak seorang ikhwan yang sholeh tetapi dari segi fisik akhwat itu kurang sreg karena kurang cakep dan kurang cocok pula dengan sifatnya?



Pada rubrik itu konsultannya menjelaskan bahwa perasaan seperti sebenarnya manusiawi dan wajar. Tetapi sebelum memutuskan, sebaiknya dilakukan dulu proses untuk mengenal dari sisi lainnya. Mungkin memang tampangnya kurang menarik. Akan tetapi, tentu pertimbangannya kan bukan hanya tampang saja. Siapa tahu dia juga punya sisi yang lebih, yang tidak dimiliki oleh orang lain. Dipikirkan dahulu baik-baik dan bias dikonsultasikan kepada ayah dan ibu.

Senada dengan jawaban di atas, memang tidak salah dan sah-sah saja jika akhwat itu menolak si ikhwan karena alasan fisik. Tetapi alangkah baiknya jika akhwat itu bisa berpikir objektif kemudian mempertimbangkan tentang kesholehan si ikhwan. Tidak ada orang yang sempurna, mungkin akan sangat jarang didapatkan ikhwan yang perfect udah sholeh, cakep, tajir, de el el atau akhwat yang sholehah, cantik dan anak orang kaya, dll.


Kita perlu meluruskan niat, untuk apa dan karena siapa menikah. Apakah karena ibadah dan ikhlas karena Allah ataukah karena untuk nafsunya semata. Dan selanjutnya akhwat itu bisa minta pertimbangan kepada orang-orang sholeh di sekitarnya atau keluarganya. Dan yang tidak kalah penting, sholat istikharah minta pentujuk kepada Allah supaya ditunjukkan pilihan yang terbaik.


Tetapi kalau setelah dipertimbangkan masak-masak dan istikharah tetap meras tidak ”sreg” juga tidak bisa dipaksakan, karena bisa jadi itu yang terbaik dan akhwat itu bisa menolak dengan cara yang baik tanpa menyinggung perasaan si ikhwan.



Kita sering pula mendengar kisah para ikhwan yang pilih-pilih calon istri yang cantik. Ini juga sah-sah aja tetapi jangan sampai kecantikan menjadi pertimbangan yang utama, tetaplah agama yang menjadi prioritas utama. Salut juga mendengar ada ikhwan yang memilih calon istri akhwat yang lebih tua darinya karena merasa akhwat itu perlu didahulukan dan dia menikah karena ibadah bukan karena nafsunya.


Ada lagi kisah teladan dari Ummu Sulaim, sohabiyah yang termahal maharnya. Beliau mau menerima pinangan Abu Thalhah yang dengan syarat keislaman Abu Thalhah sebagai maharnya. Insya Allah Ummu Sulaim tidak begitu saja menerima begitu saja kalau tidak yakin dengan kesungguhan dan komitmen Abu Thalhah untuk berislam. Dan ternyata setelah masuk Islam, Abu Thalhah menjadi salah satu sahabat Rasulullah yang istimewa.


Memang tidak mudah untuk menjadi Ummu Sulaim karena suami yang akan menjadi kepala rumah tangga nantinya, yang akan lebih dominan. Ada beberapa kisah akhwat yang sebelum menikah dia sudah tertarbiyah dan aktif dalam dakwah kemudian menikah dengan seorang ikhwan Akhsan.


Besar harapan nantinya sang suami biasa diajak ikut tarbiyah dan dakwah, tetapi ternyata kenyataanya takseindah impiannya, sang suami ga mau ngaji apalagi dakwah dan sang istri pun akhirnya juga tak lagi berada dalam barisan dakwah. Tetapi jika memang calon suami punya komitmen dan sungguh-sungguh untuk perbaikan diri dan mau bergabung dalam barisan dakwah sebagaimana Abu Thalhah maka tidak ada salahnya juga menjadi seorang Ummu Sulaim.


Dengan pertimbangan-pertimbangan itu memang kita bisa menentukan pilihan. Tapi alangkah baiknya jika kita bertawakal kepada Allah, biarlah Allah yang memilihkan untuk kita, karena Dia-lah yang Maha Tahu yang terbaik untuk diri kita. Bisa jadi yang kita anggap baik adalah buruk menurut-Nya, begitu pula sebaliknya.

Wallahu a’lam bishowab

(Sumber: embuntarbiyah)

Jalinan Ukhuwah

Nada Keinsyafan

Template by:
Free Blog Templates